Gempa, harry potter dan saya yg tertidur
Ini, cerita “menggemparkan” seputar gempa bumi baru2 ini yg terjadi di jakarta. Saat itu matahari sudah mulai condong ke arah barat daya. walaupun langit masih cukup terang. Mata saya sudah berat sehabis membaca kembali novel harry potter tahun ke-7 (sebelumnya saya bagaikan tertampar setelah mengikuti kuis ttg harry potter di FB, pengetahuan sy ttg harry potter katanya layak mendapat sambutan avada kedavra, jelas saya tersinggung dengan bodohnya secara novel harry potter sy, tmpak berjejer rapi di raknya yg mulai goyah saking beratnya) Saya berusaha melawan kantuk, berhubung saat itu bukan waktunya untuk tidur, tetapi ternyata efek membaca buku yg sudah diketahui jalan ceritanya itu membuat mata ini lebih cepat mengatup. Saya pun tidur dalam ketidak pastian.
Entah sudah berapa detik saya tertidur, tiba-tiba tempat tidur saya bergoyang cuku pelan tapi pasti. ke kiri, ke kanan, ke kiri dan ke kanan lagi, yg jelas bukan hal penting ke mana tempat tidur saya bergoyang. Kepala saya berdenyut akibat lamanya waktu tidur saya yg mengalahkan kebiasaan tidur para rusa. Saya melompat segera, menyadari keanehan yg terjadi. Mata saya linglung mencari-cari benda yg bisa meyakinkan saya bahwa saat itu yg terjadi adalah gempa bukan suatu efek psikologis dari perasaan bersalah terhadap J.K Rowling yg tak tahu apa2 di inggris sana. Mata saya segera menangkap galon, dan benar saja, air di dalam galon itu bergoncang hebat. tak perlu berpikir lagi, ini gempa, dan saat itu saya berada di lt. 9, akan terlihat jenius jika saya berjalan santai menuruni tangga seolah saya cukup menuruni satu lantai. Saya berhambur cukup panik keluar, pintu apartment tak terkunci, dan saya meraih N82 yg tergeletak bodoh di meja belajar, dengan cepat berbelok di koridor dan menuju tangga darurat, tak ada satupun orang disana. Sayalah org pertama yg menyadari ada gempa. Entah mengapa muncul perasaan berseri-seri merasa kagum pada diri sendiri yg menyadari gempa lebih dulu dari orang lain, padahal saat itu bisa saja saya mati jika ternyata gempa itu terjadi di Ancol. setidaknya mungkin saya akan mati sambil tersenyum bangga.
Next, saya meninggal kebodohan itu tak berapa lama setelah seorang ayah dan anaknya seumuran saya, yg menghuni kamar 9-J, keluar bersama-sama sambil bergandengan tangan. Pakaian mereka tak karuan, masih memakai baju dalam dan celana boxer super pendek memamerkan paha putih diselingi bulu kaki bergelombang. keduanya memakai kostum “melarikan diri dari gempa” yang sama. Saya mencibir cara berpakaian mereka dari dalam hati, tanpa menyadari resleting celana saya terbuka lebar memamerkan sebagian selangkang saya dan celana dalam biru polos di baliknya. dan tentu saja kita tidak akan membicarakan apa yang ada dibalik celana dalam itu. Saya pun ikut turun bersama-sama mereka, mungkin jika saat itu tidak terjadi gempa orang-orang akan menduga-duga kami adalah rombongan yg baru saja menyelesaikan syuting video porno untuk homoseksual.
Saya tiba di bawah dengan persaan lega, sambil berbicara dengan ibu saya dari hape saya. “Yah, yah, Gempanya sudah berhenti, sudah aman. orang-orang panik semua, selain saya!” Kata saya diikuti tawa menghina kepada para pengungsi yang beberapa dari mereka ternyata entertainer yg juga menghuni apartment itu, seperti pembawa acara JUST ALVIN, dan pemain FTV, yang sekaligus juga vokalis dari D.O.T. Saya begitu angkuhnya sementara orang lain mungkin berpikir; “kasian banget cowok itu, saking paniknya resletingnya sampai lupa di naikan.”
Yah begitulah cerita yang sungguh tak mempunyai sangkut pautnya terjadi pada hari yang sama. Saya kembali ke kamar saya, dan mengecek jika ada barang yang hilang akibat ketelodoran saya lupa mengunci pintu, dan puji Tuhan, tak ada seorang pun yang berpikiran jahat untuk memanfaatkan keadaan panik tersebut. Kembali ke posisi semula, saya kembali membaca novel, dan sempat teringat saat tengah kembali ke kamar, seorang ibu-ibu gemuk dengan plastik di kepalanya yang biasa digunakan saat mandi shower. “Eh, ada apa ya? ada apa?” tanyanya pada satpam yg cuma tersenyum padanya. Untung saja saat itu gempanya terjadi beratus2 kilometer di bagian lain pulau jawa, kalau tidak Ibu2 malang itu akan di temukan tertimpa bangunan tanpa busana sementara saya remuk sambil tersenyum bangga.